I Realize I Love You =Part 1=

Main pairing: MinJae, slight YunJae (bastard!Yunho)

Author: Icha Ssiopeia






Note: Mian buat fans2nya Yunho, aku bikin dia jadi badboy disini #Bow

Start now ^_^
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ting Tong!



Changmin sedikit terhenyak mendengar suara bel pintu rumahnya sendiri –lebih tepatnya kamar kosannya-. Hampir saja ia menumpahkan kapucino yang berada didalam gelas yang ia pegang sekarang. Bukannya tidak hapal dengan suara belnya, tetapi oh please saat ini dia sedang terburu-buru mengejar waktu untuk bisa mendapatkan tempat duduk di kereta menuju kampusnya nanti.



“Aish…”Dengan sedikit malas namun tergesa-gesa sambil mengganjel mulutnya dengan roti, ia berjalan menuju pintu. Ia sudah bisa menduga siapa tamu yang datang itu, karena sudah hampir menjadi kebiasaan setiap pagi tamu itu datang. Tetapi, boleh diulang tidak? Oh please saat ini dia sedang terburu-buru mengejar waktu untuk bisa mendapatkan tempat duduk di kereta menuju kampusnya nanti.

Namun ia tetap menyambut tamu itu.



“Changmin-ah~!” tamu tak diundang itu memeluknya tiba-tiba, roti yang mengganjal di mulutnya terjatuh. Si tamu lalu melepasnya dengan cepat dan menatap Changmin dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Oh, kau sudah mau berangkat ya… Kalau begitu aku datang disaat yang kurang tepat donk…”

“Hyung! Kau mengagetkan aku, tahu!”

“Hehehe… Mian… Nih sebagai gantinya aku bawakan kamu sarapan!”

Mata Changmin langsung tertuju pada tas plastik yang si tamu bawa di tangannya, dan berbinar-binar.

“Hey, kau tak membolehkan aku masuk huh?” ujar si tamu pura-pura kesal. “Aku pulang saja…”

“H-hyung, oh kau baik sekali selalu membawakanku sarapan, ayo masuk~” rayu Changmin.

“Cih, kau benar-benar perayu ulung saat aku membawakan makanan. Dasar food monster.” ujar si tamu mengejek empunya kamar sambil melangkah masuk ke dalam.

“Hahaha, kau memang sangat mengerti aku, hyung!” balas Changmin sambil menutup pintu setelah tamunya masuk.



Ia lalu memandangi gerak-gerik si tamu yang langsung menuju dapur kecilnya dan sibuk menuangkan sarapan yang ia bawa untuknya ke dalam piring tanpa ragu. Si tamu yang bernama Kim Jaejoong, adalah tetangganya yang membantunya saat ia mencari kosan di daerah ???. Daerah ini adalah paling murah dan paling dekat jaraknya untuk menuju ke kampusnya di Seoul University. Jaejoong sendiri tidak melanjutkan sekolahnya ke universitas, ia memilih membantu orang tuanya yang membuka restoran. Karena sifatnya yang sociable, Changmin cepat akrab dengannya dan menyayanginya seperti saudaranya sendiri. Begitu pun sebaliknya. Diantara mereka sudah ada keakraban yang tercipta sejak pertama kali bertemu. Makanya Changmin tidak mempermasalahkan Jaejoong yang sudah menganggap kamarnya itu sebagai rumahnya sendiri.

Yang ia permasalahkan saat ini adalah apakah ia kuat berdiri di kereta dan berdesak-desakan dengan penumpang lain saat menuju kampusnya nanti.



Because maybe I can’t refuse him…?



“Changmin-ah!” panggilan Jaejoong menyadarkannya dari khayalan tentang desaknya kereta nanti.

“Ya,hyung?”

“C’mon, let’s eat together! Ibuku menyiapkannya khusus untukmu.” Jaejoong sudah duduk di depan meja serba guna milik Changmin. Meja itu satu-satunya di kamar Changmin, selain meja buku, sehingga hampir seluruh aktifitas Changmin lakukan di meja tersebut.

Changmin menghampirinya, “Woah, really hyung? Thank you!”

“Errr sebenarnya aku yang buat…” ujarnya sambil menyiapkan 1 porsi sarapan untuk temannya itu.

“Mwo?! Jeongmal?”

“Ne, gak usah kaget gitu Min-ah. Buatku memasak seperti ini sudah biasa kan.” Jaejoong menyerahkan 1 piring penuh sarapan pada Changmin.

“…Iya sih hahaha…” Changmin merasa ada sesuatu yang hangat menyelimuti hatinya, tapi ia tak mengerti kenapa. Lalu ia segera melahap sarapan pemberian Jaejoong tersebut.



Namun saat melahap setiap suapnya, Changmin merasakan sedikit keanehan dalam diri temannya itu. Mata Jaejoong tak lepas dari dirinya yang sibuk melahap sarapan. Changmin memperlambat kecepatan makannya dan membalas tatapan hyung-nya dengan heran.

“Hyung, gak makan?” mulutnya setengah penuh dengan makanan.

Ia tertawa kecil, “Changmin-ah, telan dulu baru bicara.” Tatapannya melembut, seakan menyembunyikan suatu kesedihan.

“Uh okay…” Changmin mengikuti perintah Jaejoong.

“Changmin-ah…sebenarnya….aku datang kemari…untuk….” Nada bicara Jaejoong sedikit bergemetar.

“Ne hyung, tak usah bilang pun aku sudah tahu. Hyung kan hampir setiap pagi kesini. And you’re talking about anything that you think directly. Tapi aku senang kok karena kamarku jadi ramai hahaha.” Changmin lalu meneruskan makannya.

“Ramai huh? Aku tahu pasti setiap pagi kau tak sempat membuat sarapan, benar kan, Tuan pemakan segala?”

“Yah Hyung! Tapi kau datang kemari tanpa aku minta.”

“Hahaha. Yeah right. Dan kamu berhutang padaku atas semuanya. Araseo?”

“Neeee… my sweetie hyungie~”

“Pabo ya.” Jaejoong memukul pelan kepala Changmin dan sedikit mengelusnya.

Pipi Changmin sedikit teripu, lalu Changmin melanjutkan percakapan, “Nah hyung, bagaimana kabar Yunho-ssi?”

Jaejoong perlahan membuang pandangannya dari mata Changmin. Dan terdiam.

“Hyung?”

Mata Jaejoong tiba-tiba berkaca-kaca, ia menggigit bibir bawahnya dan wajahnya mulai memerah.

“Hyung?! Oh …. Yah Hyung, kenapa kau tiba-tiba menangis?” Changmin mulai panik dan segera menghampirinya, “Hyung?! Jangan bikin aku cemas, ada apa? Apa yang telah terjadi? Apakah Yunho-hyung berbuat jahat padamu lagi? Apakah dia - Yah Hyuuung please stop crying….. tell me what happened….”

Jaejoong mulai memberanikan diri menatap Changmin dengan matanya yang merah sembab, “Dia… menciumnya….”

“Mencium siapa?!” Changmin membalas tatapan Jaejoong dengan penuh kekhawatiran.

“Yunho mencium wanita itu…..di depanku….semalam….”

“MWO?!?!?! M-mencium seorang wanita?! Lagi-lagi dia berbuat seperti itu!?” Changmin ikut kesal dan marah.

“….Aku juga tak mengerti…,”Air mata Jaejoong yang masih mengalir disapunya dengan punggung tangannya,”…Changmin-ah…”

“Ne?”

“…..Aku boleh pinjam pundakmu….?”­­­



Changmin tanpa menjawab, ia merangkul Jaejoong dan menyenderkannya ke pundaknya. “Menangis saja hyung, keluarkan semua uneg-unegmu. Aku akan mendengarkannya.”



Jaejoong akhirnya meledak-ledak dalam dekapan Changmin dan menumpahkan semua perasaan yang ia rasakan dan alami tadi malam, saat ia melihat orang yang disayanginya berkhianat. Changmin tahu betul bagaimana Jaejoong menyayangi kekasihnya itu. Setiap ia datang berkunjung ke kosannya, Jaejoong tak pernah absen bercerita betapa menyenangkannya ia memiliki kekasih seperti Yunho. Namun sudah tiga kali –Changmin menghitungnya- ia mendengar cerita menyakitkan dari Jaejoong tentang Yunho. Dan tentu saja, itu menyakitkannya juga. Ia baru sekali bertemu dengan Yunho, ia pikir Yunho adalah orang yang baik. Memang awalnya begitu, namun sekarang Changmin merasa orang yang menyakiti Jaejoong adalah orang yang jahat.



Changmin tanpa membantah satu kata pun hanya mendengarkan patahan kalimat-kalimat dalam isak tangis temannya itu sambil mengusap-usap punggungnya.

Yeah, ia sangat menyayangi teman sekaligus hyung-nya yang sudah ia kenal selama 2 tahun itu.



Huff… I think I have to skip my first lecture….



****



Dengan wajah agak kusam ia berlari kecil menuju toilet kampusnya yang lumayan jauh dari kelasnya. Setelah menapakan kakinya di toilet, ia lalu menghadap cermin di dekat wastafel dan membasuh wajahya dengan air untuk menghilangkan wajah sumpeknya. Selama perjalanan menuju kampus, ia harus bertarung dalam desakan penumpang kereta yang mempunyai tujuan yang sama denganya, yaitu mengejar watu. Begitulah perjuangannya selama harus bersekolah di Seoul University.



Ia menatap wajahnya sendiri yang basah didepan cermin. Pikirannya langsung teringat sosok Jaejoong, yang baru sejam yang lalu ia tinggalkan. Temannya itu sedang larut dalam kesedihan, sementara ia tidak bisa berlama-lama menemaninya karena kewajibannya sebagai mahasiswa yang masih harus ia hadapi hari ini. Namun ia masih menyimpan kekhawatiran di hatinya.



“Hey Changmin-ah! Oh syukurlah kau ada disini!”



Changmin terkejut,orang tersebut menepuk pundaknya. Ia dengan refleks menengok pada orang tersebut.

“Aish, Junsu-hyung! You scared me…”

“Mian, mian. Nah kupikir aku satu-satunya yang baru masuk kelas. Syukurlah aku ada teman hahaha…”

“Yeah, me too.” Changmin menyeka wajahnya yang basah dengan tissue yang tersedia di toilet.

“C’mon, Let’s go! Kita ke kelas!” Junsu merangkulnya dan menyeretnya keluar dari toilet. Changmin mengikutinya.

“Hyung, kenapa kau baru datang ke kampus?”

“Hahaha….biasalah, aku semalam nonton Chelsea vs Manchester, so yeah… seperti yang kau lihat, aku datang telat. Coba aku sepintar kamu, jadi aku tak perlu was-was dengan nilaiku. Huff…”

“Kau terlalu berlebihan.”

“Aish…kau suka merendah. Aku iri padamu yang bisa masuk kampus ini dua tahun lebih cepat dari kebanyakan orang seusiaku. Argh sialan, kau makan apa sih sehari-harinya huh?”

“Hahaha, sudah hyung tak usah dibahas hal itu. Anggap saja sebuah keberuntungan sedang menghampiriku.”

“Double lucky on you, dongsaeng.” Junsu menepuk pundak Changmin keras.

“Ouch! Ya hyung!” Changmin mengelus pundaknya, “….. Maksudmu double lucky?”

Junsu menghela nafas, “Yeah…selain kau punya otak encer, kau juga mendapat salam dari cewek paling cantik di kampus ini. Diva-nya jurusan Music&Art.”

“Huh?” Changmin mengerdipkan mata.

“Aishh…. Tak usah pura-pura bodoh ah, aku tahu kamu jenius.” Junsu memasang wajah serius, “Lee Yeon Hee-ssi, Changmin-ah. Dia naksir sama kamu.”

“Hyung, ini sudah terlalu berlebihan-“

“Baru saja aku bertemu dengannya sebelum aku ke toilet ini dan memintaku menyampaikan salam untukmu. Dia ingin menemuimu saat makan siang nanti di kantin selatan. Oh Changmiiiiinnnn…. Aku benar-benar iri padamu!” Junsu sedikit berteriak.

“Pssssttt… Hyung, kita sudah sampai depan kelas. Sepertinya dosen sudah hadir.” Changmin mengalihkan perhatian.

“Oh…kau benar… ayo kau masuk duluan.” Junsu mendorong dongsaeng-nya.



Changmin dengan wajah terpaksa, membuka pintu kelas dan mereka disambut oleh tatapan tanda tanya dari sang dosen. Mereka berdua hanya bisa tersenyum lebar, menyiapkan alasan masing-masing atas keterlambatannya.





“Changmin-ah, pokoknya aku sudah menyampaikan pesan dari Yeonhee-ssi ya.” Bisiknya disela-sela dosen melontarkan pertanyaan untuk mereka.

Changmin berfikir apakah siang nanti ia akan ke kantin selatan atau tidak.



*****



“Sudah kubilang, aku tidak bohong Changmin-ah. Yeonhee-ssi benar-benar berkata padaku kalau ia ingin bertemu denganmu di-“

Kalimat Junsu terhenti saat ia melihat orang yang ia singgung berada didepan mereka berdua, melambaikan tangan dan tersenyum.

“Hi, Junsu-ssi…. Changmin-ssi.”

“Hi, Yeonhee-ssi. Oh silakan duduk!” sambut Junsu bersemangat.

“Gomawo, Junsu-ssi.”

“Nah Changmin, aku tak berbohong kan.”

“Ehm… Junsu-ssi, apakah ada masalah?” tanya Yeonhee lembut.

“Ah ini Changmin- AUCH!!” Changmin menendang kaki Junsu agar diam. “Changmin-ah! SAKIT!!”

Yeonhee tertawa kecil. Changmin tersenyum nervous.

“Bagaimana kabarmu, Changmin-ssi?” tanya Yeonhee lembut.

“…Baik. Anda?”

“You can call me by my name only, please. We’re in same age. And can I call you by your name too?”

“Ah, ne… it’s okay, Yeonhee-ssi, ah maksudku Yeonhee. Haha.”

Yeonhee tertawa. “Maaf ya mengganggu istirahatmu.”

“Tidak juga, Yeonhee. Aku kebetulan butuh tempat untuk menulis essay, dan suasana kantin disini tidak begitu ramai jadi…yeah…“

“Kau rajin sekali, Changmin.”

“Tidak, aku membuat essay ini karena aku dan dia terlambat masuk kelas jadi kami harus menulis essay ini.” Changmin tersenyum ketus.

“Terlambat?”

“Ya.”

“Nah chingu-deul, aku pesan minum dulu okay.” Junsu lalu bangun dan beranjak dari duduknya. Namun karena Junsu dipanggil oleh temannya, Yoochun, yang memerlukan bantuannya, Junsu terpaksa menurut. Junsu berfikir Yoochun bisa menyelesaikan essaynya dengan cepat. Ia pun meninggalkan mereka berdua.

“Akhirnya kita berdua, Changmin-ah.”

“Huh?” Changmin tidak begitu mendengar kalimat Yeonhee karena ia masih menatap Junsu yang sedang bergabung dengan Yoochun dikejauhan.

“Ah, tidak, bukan apa-apa.” Yeonhee paham itu.

“Oh…”

“So…. Aku hanya ingin mengucapkan selamat padamu atas prestasimu saat presentasi di aula kemarin. That was so great.” Yeonhee tidak hentinya tersenyum pada Changmin.

“Maaf Yeonhee, bukankah kamu berbeda jurusan denganku, bagaimana kau tahu kelas kami ada presentasi di aula?”

Yeonhee tersenyum lagi, “Aku yang seharusnya minta maaf, Changmin. Aku tidak sengaja lewat aula kemarin, dan melihatmu sedang berdiri di depan, menjelaskan. I feel so great to see you in front of stage.”

Changmin merasa malu dan canggung, “Yeonhee, itu biasa saja…”

“No, I’m serious.”



Dan mereka pun bercakap-cakap sampai waktu istirahat habis.

Yang membuat Changmin berdebar-debar adalah, gadis yang diidolakan oleh teman-teman sekampusnya itu mengajaknya makan malam bersama suatu hari nanti.

Jadi apakah perkataan Junsu itu benar?

Saat ini ia tidak mau berpusing akan hal itu.

Karena langit pun sudah keoranye-an pertanda saatnya seluruh mahasiswa diperbolehkan pulang, kecuali yang berkepentingan.

Ia ingin segera pulang dan istirahat.



Was Jaejoong-hyung doing fine?



*****



Langit sudah gelap dan ia baru sampai di jalan setapak menuju kosannya. Changmin melangkah dengan sedikit beban di pundaknya. Tas yang ia bawa seharian membuatnya lebih cepat capek. Namun ia ingin segera bertemu dengan hyung-nya yang tadi pagi sedang bersedih. Ia ingin tahu apakah Jaejoong sudah merasa lebih baik atau malah sebaliknya.



Dari posisinya di kejauhan, ia sudah bisa melihat plat papan restoran milik orang tua Jaejoong. Dia sangat mengingatnya dengan baik saat ia begitu merasa lapar karena seharian mencari kosan yang nyaman tapi tak kunjung menemukannya. Lalu ia melihat plat papan itu. Tanpa pikir dua kali kakinya menggiringnya masuk ke restoran tersebut. Disitulah awal mula ia bertemu dengan Jaejoong, temannya yang baik hati dan sangat ia sayangi.



Hanya dengan melihat plat papan itu, langkahnya selalu menjadi ringan. Karena ia selalu teringat akan kehangatan keluarga Jaejoong dan…. Tentu saja sambutan Jaejoong. Setiap ia pulang menuju kosannya, ia harus melewati restoran itu. Tak elak, ia kenal baik dengan Jaejoong dan keluarganya.

Ia tersenyum sambil melangkah dengan mantap.



Namun saat ditengah-tengah langkahnya, ia terhenti mendadak. Di samping kanannya terdapat lorong dan ia seperti melihat seseorang, bukan, dua orang yang sedang berteriak seperti bertengkar. Dan ia mengenali salah satu suaranya.



Pikiran buruk menyerangnya.



Changmin penasaran, ia ingin membuat yakin bahwa ia hanya berkhayal saja tentang pikiran buruknya itu.

Dengan langkah hati-hati ia masuk ke lorong tersebut. Di lorong tersebut terdapat 2 cabang lagi, dan dari cabang sebelah kirilah ia mendengar dan merasakan ada sesuatu yang dilakukan oleh dua orang itu.

Dengan pelan-pelan ia mengintip kegiatan 2 orang itu.

DEG!!!



Benar saja, dugaannya.



It’s Jaejoong-hyung.



Dan Yunho-hyung!



Jantung Changmin berdegup kencang. “Apa yang sedang mereka lakukan berdua disana?” Ujar Changmin dalam hati. Ia mengintip terus apa yang dilakukan oleh Jaejoong dan Yunho.



“I FKING HATE YOU, YUNHO!!”

“Please, I love you Boojae…”

“Yang seperti itu kau bilang cinta?!”

“Maafkan aku, Boojae… please…”

“Katakan padaku siapa wanita itu.”

“…..itu…”

“KATAKAN, YUNHO!!”

“…Dia hanya teman! Boojae, dia hanya temanku. Dan dia yang menciumku-“

“Bahkan kau memeluknya dengan mesra. Membelai rambutnya, punggungnya….and her ass.”

“Dia hanya teman, Boojae. Kau harus percaya padaku.”

“What if I can’t believe you?”

“You have to believe it, Boojae..”

“Stop calling me ‘Boojae’.”

“Tidak, karena kau masih milikku, my pretty Boojae.”

“Go talk to my hand.” Jaejoong mendorong Yunho dan berencana untuk pergi dari situ. Namun Yunho menahan tangannya.

“Jangan harap kau bisa lepas dariku, my Boojae….” Yunho mencengkram tangan Jaejoong dan ia taruh diatas kepala Jaejoong kemudian langsung menyergap aroma lehernya.

“YUNHO!!! What are you doing!?! Ahh!”



Changmin terbelalak melihat Yunho mempreteli kemeja Jaejoong dengan cepat. Lalu bagaikan seekor serigala yang kelaparan, Yunho segera menyerang tubuh Jaejoong yang terekspos tanpa mempedulikan erangan Jaejoong yang menolaknya untuk disentuh. Dengan spontan Changmin menarik matanya untuk berhenti mengintip mereka berdua. Tubuhnya melemah, ia merosot lalu berjongkok di persembunyiannya, di balik tembok percabangan lorong tersebut. Ia memejamkan matanya erat dan menundukkan kepala dibalik kedua tangannya.



Tubuhnya gemetar ketika ia mulai mendengar rintihan-rintihan dari teman yang ia sayangi itu.



“Aahhh… Yun- ahh! Ahh! Ahh! Bastard-ahh…!! No-nnhh~ ahh…!! I don’t love you- aahhh!! Nhhh…Nhhh…Nhhh…”

“Yes, you always love me, Boojae..nhh… ahhh….”

“….Let…ahh…me…go…ahh!! Ahh! Ahh!! Ungghhh…”

“Don’t you like it, Boojae….? Nhh…”

“Nhh…. Nnhh…”



Changmin merasakan tubuhnya tidak bertulang mendengar rintihan tersebut.



Jaejoong-hyung…. What is he doing on you…?



****




-TBC-


Contact Author:Icha Casshiopeia



{ 0 comments... Skip ke Kotak Komentar }

Tambahkan Komentar Anda

 
Share

TVXQ in Fanfiction © 2012 | Template By Jasriman Sukri