Dandellion Of Love






Casts:
-          Park Yoochun
-          Lee Eun Hye (fictional girl)
-         Park Yoohwan
-        Yoochun and Yoohwan's mom
-        Han Ji Min

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dandelion adalah bunga liar yang kuat. Bahkan saat tumbuhan lainnya mati, dandelion tetap hidup. Menahun. Dandelion bisa hidup dimana saja asalkan ada sinar matahari. Di sela-sela bau, di dekat rel kereta api ataupun di retakan-retakan trotoar pun ia bisa hidup. Dan aku pun ingin seperti itu. Hidup seperti dandelion.
 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Gadis itu berdiri menengadahkan kedua tangannya ke langit, berharap sebuah kebahagiaan akan jatuh tepat di telapak tangannya. Namun ia tahu, ia sangat tahu bahwa harapannya belaka, harapan akan kebahagiaan yang ia yakini akan datang suatu hari nanti.
Semuanya berjalan seolah mengikuti arah angin yang semakin menjauh dan tak akan pernah kembali.
Kenangan kelam yang selalu menghantuinya membuatnya semakin menjadi gadis penakut, terutup dan tak dapat menerima dunia luar.
“Oppa, eodiga?” gumamnya.
Hanya satu orang yang sangat ia harapkan akan segera datang dan memeluknya erat, menenangkannya dan berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Namun hari demi hari berlalu, hingga sudah 15 tahun ia hidup sendiri, sendiri dalam kehampaan, meratapi nasib buruk yang masih enggan meninggalkannya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Gadis bernama Lee Eun Hye itu berdiri di kamarnya menatap pada jendela yang memperlihatkan sebuah mobil hitam terparkir di depan panti asuhan itu, dan seorang wanita  berparas cantik dan bersahaja, disampingnya tampak anak laki-laki memakai kaos dan celana selutut dan tengah menggandeng tangan anak laki-laki yang lebih muda darinya.
“Nyonya Kim, dimana Eun Hye?” tanyanya.
“Jwesonghamnida, Nyonya. Tapi Eun Hye menolak untuk bertemu dengan Yoochun.” Pungkasnya.
“Oh, nan gwenchana. Padahal aku sangat ingin bertemu dengannya.”
Yoochun yang kala itu masih berumur 11 tahun hanya terdiam, menyadari bahwa ia sedkiti bersalah pada gadis kecil itu.
Mereka adalah sepasang teman bermain, dan terkadang Yoohwan yang berumur sama dengan Eun Hye ikut bermain bersama. Meski Eun Hye tinggal di sebuah panti asuhan, namun ia sangat bahagia mendapat teman bermain seperti mereka yang tinggal di sebelah panti itu.
Mereka bersekolah di sekolah yang sama, dan mereka akan bermain bersama sepulang sekolah.
Tak ada hari tanpa mereka bersama yang berlalu, dan membuat orang akan berpikir mereka adalah ketiga bersaudara.
“Eun Hye-ya. Oppa membelikanmu permen kapas.” Teriak Yoochun memasuki halaman panti asuhan dan berlari sekencang mungkin.
“Wow, gomawo oppa.” Pekik Eun Hye memeluk erat-erat oppanya itu.
Yoochun, sosok seorang kakak bagi Eun Hye yang kapanpun akan ada di sampingnya, yang selalu siap menjaganya. Ia sangat ingin menjaga Eun Hye, ia tak ingin siapapun menyakiti Eun Hye,  seolah ia menjaga batu permata yang ia temukan di dasar lautan. Eun Hye sangat berharga baginya. Begitulah perasaan seorang anak laki-laki berumur sebelas tahun terhadap anak perempuan berumur enam tahun.
Dan Eun Hye, adalah seoran gadis kecil yang sangat membutuhkan sebuah kehangatan dan kenyamanan keluarga, dan Yoochun dan keluarganya lah yang dapat memberi hal itu.
Baginya, hidupnya adalah sebuah mimpi buruk yang tak pernah ia bisa bangun dari itu, sebuah kenyataan bahwa orang tuanya telah membuangnya di anti asuhan itu. Bahkan ia tak tahu mengapa mereka dengan keji melakukannya.
Kenyataan itu telah membuat lubang di hatinya, meninggalkan sebuah luka yang membekas selamanya.
Dan tak ada kabar dari orangtuanya, tak ada seorangpun yang mencarinya.
Begitulah hidup, penuh dengan kejutan.

Suatu ketika Yoochun dengan penuh keraguan, takut akan menyakiti hati Eun Hye, mengatakan bahwa ia dan keluarganya akan pindah ke Virginia untuk beberapa lama yang ia pun tak tau akan berapa lama.
“Oppa, apa kau tak menyukaiku lagi? Apa eomma tak membenciku? Apa aku sudah menyusahkan kalian?” Tanya Eun Hye dengan nada bergetar, air mata yang hangat mulai menetes di pipi gadis berumur 6 tahun itu.
“Tidak, kami sangat menyayangimu, Eun Hye.”
“Lalu kenapa kalian pergi? Apa aku sudah berbuat salah? Katakan. Aku akan menjadi anak yang baik. Oppa.” Katanya terisak menahan air mata yang semakin membasahi pipi merahnya.
“Eun Hye-ya, eomma sangat menyayangimu, kau adalah anak perempuan eomma. Jangan menangis, sayang. Maafkan eomma, eomma, Yoochun oppa dan Yoohwan harus pindah ke Virginia.” Tutur ibu Yoochun seraya menarik tubuh mungil Eun Hye ke  dalam pelukannya yang hangat. Ia sangat ingin membawa gadis malang itu bersamanya, namun tak mungkin. Ia tak bisa melakukannya meski ia sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sejak saat itu, senyum jarang terlukis di bibirnya. Bahkan semuanya sudah berjalan selama 20 tahun, namun masih menyisakan kesedihan bagi Eun Hye. Bagi orang lain, 15 tahun adalah waktu yang cukup untuk memulai hidup baru yang lebih baik lagi, namun bagi Eun Hye 15 tahun waktu yang terlalu singkat untuk menutup luka hatinya, seumur hidupnya pun belum cukup. Ia bukanlah gadis kecil yang menangis sekencang-kencangnya lagi. Ia kini adalah gadis berumur 21 tahun yang tak lagi menunjukkan air matanya di hadapan orang lain. Dan ia hanya memendamnya dalam-dalam di hatinya, semakin membuat lubang di hatinya itu semakin dalam dan lebar. Hatinya terlalu sakit dan lubang itu tak dapat di sembuhkan lagi.
Ia mengamati bayangannya di cermin, seorang gadis berambut panjang sepunggung tegerai menjuntai di bahunya. Ia pulas wajahnya dengan bedak tipis, menghilangkan kesan wajahnya yang pucat.
Eun Hye bekerja di sebuah toko ‘CreBeau-Belle’ di Gangnam sebagai pelayan toko. Setelah lulus di Sekolah Menengah Atas, ia memang tak meneruskan ke jenjang perkuliahan, karena ia tahu benar tak ada biaya untuk itu. Masih banyak adik-adiknya di panti asuhan yang harus bersekolah. Sehingga ia memutuskan untuk bekerja membantu pendapatan pengurus panti asuhannya. Meski upahnya tak seberapa, namun ia sudah cukup senang.
Ia harus kuat untuk bertahan dari semua hal yang menghadangnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Eun Hye besumpah pada dirinya sendiri untuk terus bertahan memandang ke depan, berjalan menemukan kebahagiaan yang sudah disiapkan oleh Tuhan. Karena ia yakin ia akan ada kebaikan dari semua keburukan hidupnya.
Ia akan terus bertahan hidup bagaimanapun keadaannya, seperti bunga dandelion yang selalu bertahan dalam segala cuaca dan tempat, asla ada sinar matahari yang menyinarinya, dan sinar matahari bagi Eun Hye adalah Tuhan dan semua orang yang menyayanginya. Ia tak peduli dengan perkataan orang lain karena bukan dari mereka lah ia dapat bertahan hidup tapi dari orang-orang yang menyayanginya lah yang dapat memberinya sebuah penerangan dalam hidupnya untuk tetap bertahan.
Saat ia sedang berjalan menuju tempat kerjanya, di sela-sela trotoar yang retak tumbuh sebatang dandelion yang sudah mulai mongering namun masih berdiri tegak dengan penuh kepercayaan dirinya. Jangankan ia, bunga dandelion yang hanya bunga liar saja dapat tumbuh di tempat serawan itu.
Ketika ia akan berdiri dan melanjutkan langkahnya begitu saja terhenti karena berdiri di hadapannya sesosok pria berparas tampan, dan bertubuh tinggi.
“Oh, mianhada.” Katanya hampir saja menabraknya.
“Nan gwenchana.” Jawab Eun Hye seraya merapikan bajunya. “Permisi.” Ucapnya berjalan meninggalkan pria itu.
Pria itu hanya memperhatikan langkah Eun Hye yang semakin menjauh. Seolah ia mengenalinya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Annyeonghaseyo, ada yang bisa kami bantu?” sapa Eun Hye melayani salah satu pelanggannya.
“Oh, aku membutuhkan cream untuk……………….” Pelanggan itu memberitahukan padanya dengan seksama dan di saat itu pula pria bertuxedo memasuki toko itu.
“Bagaimana Jagi? Apa kau sudah mendapatkannya?” tanyanya dengan lembut dan berdiri di samping wanita itu.
“Belum. Sebentar lagi.”
 Saat Eun Hye datang membawa sekotak cream yang dibutuhkan pelanggan itu, ia mendapati pria yang mirip dengan pria yang tadi pagi ia temui di jalan.
“Berapa semuanya, ahgassi?”
“Semuanya 40 ribu won.” Kata Eun Hye menyerahkan tas kertas itu dan pria itu yang menerimanya.
“Ige.”
“Kamsahamnida.” Ucap Eun Hye membungkuk.
“Cheonamneyo. Annyeonghaseyo.” Balasnya membungkuk dan mengalungkan lengannya di lengan pria yang merupakan kekasihnya itu.
“Kajja, Yoochunnie~”
Deg! Mendengar nama itu membuat hati Eun Hye bergemuruh tak terkendali.
Yoochunnie? Yoochun? Ada berapa banyak nama Yoochun di dunia ini? Apakah Yoochun ini adalah oppanya?
‘Yoochun oppa, jika itu benar kau, apa kau tak mengenaliku?’ batinnya menghela napas, dadanya sakit.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Eun Hye mengayuh sepedanya menuju panti asuhan dan segera menyandarkannya di dinding pagarnya, ia bergegas menuju rumah kosong yang dulu didiami oleh Yoochun dan keluarganya. Namun harapannya menguap ke udara, tak ada seorang pun disana, bahkan gerbang rumah itu masih terkunci rapat. ‘Mungkin dia bukan Yoochun oppa.’ Ucapnya dalam hati. Ia percaya orang itu bukanlah oppanya, jika pria itu adalah Yoochun, bagaimana bisa orang itu tak mengenalinya. Atau mungkinkah ia sudah melupakan Eun Hye? Bagaimanapun juga semuanya sudah berlalu 15 tahun yang lalu.

“Eun Hye-ya, bisakah kau mengantarkan ini ke alamat ini?” pinta Nyonya Kim padanya.
“Nyonya Kim, bukankah kita tak melayani jasa pengiriman?” tanay Eun Hye bingung, baru kali ini ia diminta mengantarkan barang ke konsumen.
“Memang.. tapi pelanggan ini sangat sibuk, dan ia mau membayarnya lebih jika pesanannya diantar ke tempatnya.” Jelas atasannya.
“Oh, baiklah.”
Eun Hye mencocokkan alamat yang tertulis di secarik kertas itu sebelum memasuki bangunan itu, sebuah kedai es krim ‘Time Out’ yang berdiri kokoh dengan ornament modern disana.
“Annyeonghaseyo.” Ucapnya membungkuk pada pria yang berdiri di belakang meja kasir itu, pria yang ternyata adalah pria yang ia temui di jalan itu. Pria yang mirip dengan pria yang bersama kekasihnya di tokonya.
“Annyeonghaseyo, oh anda.. anda yang pernah kutemui di jalan itu bukan?” tanyanya memastikan, menarik bibirnya ke samping menyunggingkan senyumnya.
“Oh, ne~ Uhm, aku mengantar barang ini. Dan ini kertas pembayarannya.” Ucap Eun Hye sembari memberikan tas belanjaan itu dan struknya.
“Sebentar…” katanya dan memanggil ibunya.
Ketika seorang wanita paruh baya itu keluar dari ruangannya dan menemui Eun Hye. Eun Hye sangat mengenal wanita itu, wanita yang biasa menenangkannya saat Yoochun dan Yoohwan menggodanya, wanita yang biasa menyuapinya saat ia sedang sakit, wanita yang tak pernah luap membelikan makanan yang ia beli sama seperti kedua anak laki-lakinya itu.
“Eomma” gumamnya tertahan, matanya mulai menghangat membendung air mata di sudut mata yang hampir menetes namun ia menahannya.
“Ahgassi, ini uangnya.” Kata wanita itu tersenyum menyerahkan beberapa lembar uang dan tersenyum padanya, senyum yang sama sekali tak berubah, senyum yang 15 tahun lalu selalu ia lihat, wajahnya pun masih sama, masih secantik dulu, hanya ada 1 atau 2 kerutan di sudut matanya, namun tak mengurangi kecantikannya.
Pria yang sedari tadi berdiri di belakang meja kasir itu terus mengamati Eun Hye, menyadari ada sedikit hal yang berbeda dengan gadis itu.
“Nona, kau baik-baik saja?” tanyanya.
“Ah, ne.” jawab Eun Hye terhenyak kaget. “Aku harus segera pergi, annyeonghaseyo~” Eun Hye segera pergi.
“Yoohwan-ah, ada apa?”
“Eomma, apa kau merasakan sesuatu?” Tanya pria yang bernama Yoohwan tetap melihat pintu bangunan itu.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Eun Hye masih tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya, wanita itu adalah wanita yang biasa ia panggil ‘eomma’, itu berarti laki-laki di tempat kasir itu adalah… pikirannya berputar, laki-laki itu sangat mirip dengan laki-laki yang datang ke toko, dan kekasihnya memanggilnya Yoochun… berarti dia adalah Yoohwan.. benarkah semua itu? Atau semua itu hanya dugaannya saja? Bagaimana semua itu bisa kebetulan? Benarkah itu hanya kebetulan atau memang itulah kenyataannya?
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
“Eun Hye-ya? Itukah kau?” Tanya seorang wanita dan berdiri di belakangnya seorang pria berkaos putih itu.
Eun Hye membelalak ketika menyadari bahwa kini dua orang yang pernah ia kenal berdiri di depannya.
“Maaf.. ada yang bisa kami bantu?” tanyanya mencoba bersikap professional.
“Eun Hye, apa kau tak mengingat eomma? Dan ini… Yoohwan, apa kau juga tak mengingatnya?” Tanya wanita itu menahan sakit di hatinya karena ‘anak’nya tak mengenalinya.
Matanya dan Eun Hye mulai berkaca-kaca, dan Yoohwan, laki-laki itu terkesiap mematung tak tahu harus melakukan apa, ia memang bukan pria yang bisa menangani keadaan semacam ini.
“Eun Hye, apa kau sudah melupakan eomma?”
“Eomma.” Gumam Eun Hye seketika langsung berjalan ke arah wanita itu dan memeluknya. Memeluknya erat, dan tak ingin ia lepaskan, karena ia sangat merindukan pelukan hangat itu.
“Eun Hye, eomma sangat merindukanmu. Kau tampak kurus sayang.” Eluhnya menangkup wajah Eun Hye. Eun Hye 15 tahun yang lalu tampak gendut menggemaskan. Namun kini ia melihat Eun Hye yang berbadan kecil dan tampak lemah.
“Eomma. Aku merindukanmu.” Isak Eun Hye memeluknya lagi. Ia tak akan pernah bosan memeluk wanita yang sudah dianggapnya seperti ibunya itu sendiri.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sejak saat itu, Nyonya Kim mengajak Eun Hye untuk tinggal dengannya, ia ingin merawat Eun Hye. Dan beruntungnya pemilik panti asuhan mengijinkannya dengan syarat mereka harus membuat surat adopsi anak di keluarganya. Dan kini Eun Hye tak bekerja lagi toko ‘CreBeau-Belle’, namun ia membantu ‘keluarga baru’nya itu di kedai es krim ‘Time Out’.
“Yoochun-ah, cepatlah ke kedai kita.” Pinta ibunya melalui saluran telpon.
“Untuk apa eomma?”
“Apa kau tak ingin menemui eomma? Kau sudah 2 minggu berada di Jepang, dan saat kau tiba, kau langsung ke rumah Jimin. Aigo, kau ini.” Eluh ibunya, salah satu taktik ibunya. Yoochun tak bisa menolak permintaan ibunya itu.
“Aigo, baiklah eomma.”
“Dan satu lagi, eomma akan mempertemukanmu dengan adikmu.” Kikik  wanita itu seraya memandang Eun Hye yang tengah asyik makan es krim dengan Yoohwan.
“Yoohwan?”
“Anni.”
“Nugu?”
“Eun Hye.”
“Eun Hye?”
“Ye, aigo, kau banyak bertanya. Cepatlah pulang.” Sambar ibunya segera menutup telpon.
Yoochun tertegun mengingat nama itu. Eun Hye? Lee Eun Hye? Gadis kecil itu. Gadis kecil yang sangat ingin ia jaga sepanjang hidupnya.

Dengan perasaan senang, gugup, tegang dan cemas, Yoochun memarkir mobilnya di seberang jalan kedai es krim keluarganya itu. Bahkan ia menunda pertemuannya di butik gaun pengantin dengan Jimin. Seketika terbersit kata ‘gaun pengantin’ itu membuat keringat dingin keluar dari tubuhnya, ia akan menikah dengan kekasihnya, tempat dan tanggal pun sudah diputuskan.
Entah kenapa sejak mendengar nama gadis kecilnya itu, membuatnya semakin kalut tanpa sebab.
“Eomma.” Tegurnya seraya membuka pintu kaca kedai itu.
“Oh, Yoochun-ah, aigo, akhirnya kau datang juga. Yoohwan, dimana Eun Hye?” kata ibunya penuh semangat.
Tak sengaja Eun Hye yang baru saja dari dapur, masuk ke ruangan itu. Tatapannya terkunci pada tatapan Yoochun, oppa yang sangat ia rindukan selama ini.
“Eun Hye..”
“Oppa..” perlahan Yoochun berjalan ke arahnya, dan menariknya ke dalam pelukannya. Ia sangat merindukan gadis yang dulu sering memintanya untuk dipeluk saat sedang menangis.
Dan Yoochun, di hatinya, seolah seperti bunga yang awalnya layu karena tak terawat, kini bunga itu mulai tumbuh kembali. Bunga yang selalu ia rasakan ketika memikirkan Eun Hye.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
“Uhm, Jimin, perkenalkan ini Eun Hye.” Ucap Yoochun ragu, matanya masih menatap Eun Hye mencoba mencari-cari sesuatu.
“Bukankah ini nona yang bekerja di toko kecantikan itu?” Tanya Jimin polos. Jika ia tahu bahwa calon suaminya itu mulai meragukan kelangsungan pernikahan mereka karena gadis ini.
“Ne, dia adalah teman masa kecilku dan Yoohwan, eomma juga sangat menyayanginya. Namun kami terpisah karena harus pindah ke Virginia.”
“Ternyata dunia ini begitu sempit.” Kekeh Jimin. Ia memang gadis yang ceria, dan itulah yang disukai Yoochun karena dialah yang menghiburnya, menggantikan sosok Eun Hye enam tahun terakhir meski ia empat tahun lebih tua dari Yoochun. Dan sebelumnya Yoochun juga menjalin hubungan dengan wanita yang juga lebih tua darinya yang bernama Park Kahee di Virginia.
Dan kini, perasaan itu kembali diragukan, benarkah ia sangat mencintai calon istrinya itu? Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia selalu menyisakan sebuah ruang kecil untuk Eun Hye, cinta masa kecilnya itu.
“Uhm, kalau begitu maukah kau menjadi pengiring pengantin wanita saat pernikahan kami nanti?” Eun Hye terkesiap, meski ia mungkin hanya dianggap Yoochun sebagai adiknya, namun baginya Yoochun adalah cinta monyetnya, cinta pertamanya yang belum bisa digantikan oleh siapapun sampai sekarang.
“Jimin, kau membuat Eun Hye bingung.” Pungkas Yoochun merasa atmosfer di sekitarnya semakin sesak.
“Gwenchana oppa. Aku bersedia pengiring unnie.” Kata Eun Hye mengulum senyum.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Dengan sedikit kecanggungan Yoochun dan Eun Hye sering menghabiskan waktu bersama, dan tak jarang ikut pula Yoohwan. Jika waktu bisa diputar kembali, Yoochun dan Eun Hye ingin sekali kembali pada saat dimana semuanya masih dapat dikendalikan, namun kini semuanya berbeda, yoochun akan menikah dengan Jimin, gadis yang awalnya ia pikir sangat dicintainya, namun sekarang Yoochun sadar bahwa ia hanya menjadi pengganti sementara Eun Hye, semuanya terlambat.


Hari pernikahan pun semakin dekat, ibu Yoochun pun semakin dibuat gaduh, ia terlalu senang dan gugup menghadapi pernikahan anak pertamanya itu. Bahkan ia tampak sibuk menyiapkan baju untuknya, Yoohwan dan Eun Hye. Ia memilih gaun putih tulang untuk Eun Hye.
“Eomma, ini terlalu berlebihan.” Keluh Eun Hye, gaun yang ia kenakan itu tampak seperti gaun pengantin.
“Anni, kau tampak sangat cantik, kau harus tampil cantik karena kau anak eomma.”
Yoohwan yang sedari tadi berasam mereka hanya  berdecak aneh.
“Aish, bahkan seolah hanya Eun Hye anak eomma.” Gerutunya, ia tak dapat menampik kecemburuannya pada Eun Hye, namun mau bagaimana lagi.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
“Eun Hye, apa kau baik-baik saja?” tanya Yoochun duduk di samping Eun Hye di beranda lantai dua rumahnya.
“Aku baik-baik saja oppa, apa aku tampak sakit” Tanya Eun Hye.
“Bukan begitu, hanya saja aku… tentang pernikahan itu… kau menjadi pengiring pengantin… uhmm..” entah kenapa lidah Yoochun terasa berkelit, membuatnya kesulitan untuk mengatakannya. Yoochun ingin sekali membatalkan pernikahan itu, haruskah ia kabur besok?
“Aku senang melakukannya?” jawab Eun Hye tersenyum, “Oppa, sudah larut malam, sebaiknya cepatlah tidur, besok adalah hari besarmu, jangan sampai pengantin wanita cemberut kau datang terlambat karena bangun kesiangan.” Gurau Eun Hye.
Ia perlahan masuk ke kamarnya dan menguncinya rapat, ia tak kuat menahan hal ini lagi, ketika ia sudah menemukannya ia harus rela melepaskannya kembali, melepas semua yang memang bukan menjadi miliknya sejak awal.
Semalaman penuh ia tak bisa tidur, air mata terus membasahi pipinya, jika ia terus seperti ini ia akan membuat mereka semua kecewa, dan ia tak ingin hal itu terjadi.

Ia sudah selesai memakai gaun yang sudah dipersiapkan oleh ibunya, ia akan memulai semuanya dari awal, menjadi salah satu anggota keluarga sudah membuatnya mendapatkan semuanya. Sebagai seorang adik dan seorang anak, itu sudah lebih dari cukup. Ia akan bertahan seperti janjinya sendiri, menjadi bunga dandelion yang akan terus bertahan.

Suasana sudah ramai, para tamu undangan sudah memadati ruangan itu. Dan ketika pembawa acara mengumumkan bahwa upacara pernikahan akan segera dimulai, seseorang menarik tangannya ke dalam ruang ganti itu lagi.
“Unnie, ada apa?” Tanyanya bingung.
“Eun Hye, pakailah gaun ini. Aku rasa gaun ini pas di tubuhmu.” Pinta Jimin memberikan sebuah gaun putih panjang yang mempesona, sebuah gaun pengantin yang pernah ia pegang saat mencari gaun dengan ibunya dan Yoohwan.
“Unnie, apa ini maksudnya? Unnie, kenapa kau tak memakai gaunmu?” Tanya Eun Hye menyadari bahwa Jimin hanya memakai gaun strapless simple.
“Pengantinmu sudah menunggumu, cepatlah ganti baju sayang.” Ujar ibunya menepuk bahu Eun Hye.
“Eomma, aku tak mengerti. Aku belum ingin menikah.”
“Eun Hye-ya, eomma tahu bahwa kau sangat menyukai Yoochun, dan begitu pula dengan Yoochun, ia juga sangat menyukaimu.”
“Eun Hye, unnie memang akan menjadi pengantin hari ini, namun unnie tahu sejak dulu Yoochun hanya menyukadi gadis yang bernama Eun Hye, awalnya unnie sangat benci dengan gadis itu, tapi setelah unnie bertemu dengannya, denganmu, unnie tahu Yoochun tak salah menyukaimu. Dan ini, ini rencana unnie dan ahjumma karena Yoochun sangat lambat.” Kekehnya.

Dengan masih penuh kebingungan, Eun Hye dan Yoochun akhirnya mengucap ikrar pernikahan mereka. Yoochun tampak begitu bahagia menatap pengantinnya yang tak lain adalah Eun Hye, gadis kecil yang sangat dicintainya itu.
“Oppa, bagaimana semua ini bisa terjadi?” Tanya Eun Hye menyandarkan kepalanya di bahu Yoochun. Ia yang memang polos masih bingung dengan apa yang sedang berjalan.
“Oppa juga, sepertinya kita harus berterima kasih pada eomma dan Jimin, dan bahkan mereka memberi 2 tiket untuk kita ke Bora Bora.”
“Bora Bora? Untuk apa?”
“Aigo, gadis kecilku sangat polos. Untuk bulan madu. Atau kau ingin ke tempat lain? Saipan? Kanada? Indonesia? Jepang?”
“Bora Bora tak masalah.” Jawab Eun Hye. “asal aku dengan oppa.” Gumamnya lirih, malu jika Yoochun mendengarnya.



-------------------------------------------------

-end-
May 13th, 2012

gimana? gimana?
mianhae... plotnya terlalu cepet? I know..
kurang greget? I see...
aigo,, byk cacatnay niy.,.,.
habis br nulis hari ini... jd mianhae...>
comment, like yah.. ^^

{ 0 comments... Skip ke Kotak Komentar }

Tambahkan Komentar Anda

 
Share

TVXQ in Fanfiction © 2012 | Template By Jasriman Sukri